Kamis, 23 Desember 2010

Sang Pemenang

Gak banyak kerjaan hari ini. Setelah masa-masa remedy berakhir dan menunggu hari pembagian raport, jadi hari ini bisa dibilang nyantai Abeeezz..  Kegiatan hari ini tidak begitu banyak, harusnya di isi dengan Class Meeting, tapi sepertinya kegiatan itu emang harus dibatalkan. Padahal kamaren sebelum ujian udah bnyk planning yang ingin dilakukan pas class meeting. Example, lomba Vocal, Band dan solo. Serta kegiatan turnamen lainnya. Tapi yang jalan cma futsal. Dan itupun dadakan acaranya. Yach, qt emang bisa berencana tapi emang Tuhan yang bisa menentukan
          Oqeh, hari ini saia berasa bak selebriti. Begitu banyak pencari berita dan potografer yang meliput saia. Mgkn ini krna gossip kedekatan saia dengan Dian Sastro atau Pevita Pearce. Sumpah!! Itu Cuma gossip belaka, teman. Hahahahaha.. Mulai stress.
          Oya, hari ini jadi juri tamu di Indonesia Mencari Bakat (Makin Stress), buat nyriiin peserta yang Mahir dan bagus dalam membaca puisi. Saia pikir mereka punya bakat puisi yg sangat bagus, Cuma perlu di asah lagi dengan penghayatan, intonasi dan jeda tiap bait. Dan hasilnya qt mendapat Pemenang Siraj dan Indah. Yach, mereka mgkn lebih beruntung dibandingkan dengan teman yg ikut audisi lainnya…
          Agenda di siang hari adalah RAPAT. Sengaja saia Bold, krn saia termasuk orng yang gak begitu suka dengan rutinitas rapat. Rapat hari ini dengan Agenda “Persiapan Pembagian RAPORT”. Selain agenda Raport jg dibahas tentang hukuman/ bonus buat mereka selama liburan untuk menghapal Al-Quran, Hadits dan Doa bagi mereka yang belum memenuhi ketiga syarat tersebut. Dan salah seorang siswa akan diberikan tugas untuk menjadi petugas/penjaga kebersihan selama 1 minggu stelah liburan selesai. Who Is He/She? Kita liat saja nanti.. J
          Lanjut  ke agenda raport. Keputusan mutlak dari kepsek dan tanpa ha hi hu dari guru adalah….. Kita gak punya Juara Semester ini. Dengan alasan bahwa Sistem rangking sama sekali tidak bagus untuk perkembangan kreatifitas anak. Rangking hanya menonjolkan Akademik, tanpa melihat sikap dan juga psikomotorik anak. Anak yang pintar belum tentu memiliki sikap dan kreatifitas yang bgus juga. Demikian juga sebaliknya. Yupz! Saia sangat setuju dengan pernyataan ini. Dan Sekolah-sekolah lain juga sudah sangat banyak menerapkan system ini. Kecuali sekolah Negeri tentunya.
          Saia setuju dengan keputusan kepsek. Gak 100% setuju seh.  Karena gak semua orang tua murid yang memahami system ini. Saia yakin, nanti pasti banyak yang complain dan bertanya. Saia yakin pasti orang tua murid blg seperti ini “Percuma ja belajar, kalo hasil belajar gak dihargai dengan rangking”. Nah, di sini alasan yang membuat saia gak menyetujui 100%.  Sebenarnya ada plus minus juga  memberikan ranking bagi siswa. Ada yang pro dan ada yang kontra. Yang pro beralasan bahwa sistem tersebut menimbulkan kompetisi sehingga masing-masing anak akan terdorong untuk berusaha sebaik-baiknya untuk menjadi yang terbaik. Sedangkan yang kontra beralasan bahwa pemberian ranking demikian ditengarai dapat menyebabkan kurangnya sikap menghargai antar siswa dimana anak yang tidak mendapat juara kurang mendapat penghargaan meskipun telah melakukan peningkatan yang cukup bagus.

          Yang menarik adalah adanya semacam kesepakatan bahwa sistem pendidikan yang mengutamakan nilai-nilai luhur lebih baik dari sistem pendidikan yang sekedar mengejar nilai angka. Bahkan inilah salah satu keunggulan pendidikan INDONESIA  yakni bertujuan menciptakan manusia yang beriman dan bertaqwa. Sayangnya tujuan ini mengalami distorsi dalam tataran operasionalnya. Pendidikan yang seharusnya menghasilkan manusia yang lebih mulia karena berilmu dan memiliki moralitas yang tinggi, justru berubah menjadi ajang kompetisi semu antara sesama pejabat, antar sekolah, dan antar kelas. Berbagai usaha dilakukan untuk memenangkan kompetisi semu tersebut. Salah satu faktanya adalah terungkapnya berbagai kebocoran soal ujian yang melibatkan berbagai pihak. Kompetisi semu ini sangat miskin ‘nilai-nilai’, kulit lebih diutamakan dari isi. Sekolah-sekolah berlomba mengadakan pelatihan kiat-kiat menghadapi ujian, atau membebankan sebagian tugasnya ke berbagai lembaga bimbingan belajar.
Menurut saia inilah sistem yang seharusnya diterapkan. Sistem yang tidak mengutamakan hasil ujian semata, namun sistem yang lebih menghargai proses. Siswa menguasai ilmu itu sendiri tanpa dibebani untuk mencapai skor tertentu. Setiap orang diberikan penghargaan atas setiap capaian baik yang dia peroleh dan mendapatkan perhatian dibagian yang masih perlu peningkatan tanpa perlu dibandingkan dengan orang lain secara terbuka. Moralitas anak-anak didik dijaga agar tetap jujur dan yakin dengan kemampuan diri sendiri. Ujian dilakukan bukan untuk mem-vonis siswa melainkan untuk mengevaluasi kinerja guru, mengevaluasi efektifitas teknik yang diterapkan dalam proses belajar-mengajar serta menyiapkan strategi lanjutan untuk meningkatkan penguasaan peserta didik. Bahwa dikemudian hari siswa harus menghadapi ujian tertentu, tidak akan mengapa. Karena mereka sudah memperoleh segala jurus untuk menaklukkannya
          Pencantuman ranking dan nilai rata-rata kelas dalam rapor siswa bagi masyarakat umum memang dianggap sebagai bentuk komunikasi yang paling mudah dicerna baik oleh siswa sendiri maupun orang tuanya. Siswa dan orang tuanya seringkali merasa tidak puas jika dalam rapor seorang siswa tidak tercantum ranking dan nilai rata-rata kelas. Tanpa keduanya, mereka jadi merasa tidak dapat mengikuti perkembangan kemajuan belajar siswa tersebut.
Padahal pencantuman ranking dan nilai rata-rata kelas tidak berarti apapun selain hanya sekedar memperlihatkan posisi relatif prestasi siswa selama periode waktu tertentu di antara teman-teman sekelasnya, tidak lebih. Sehingga tidak dapat dijadikan alat ukur perkembangan kemajuan belajar siswa. Karena ranking tertentu di kelas yang satu belum tentu setara dengan ranking yang sama di kelas yang lain, ranking tertentu di sekolah yang satu belum tentu setara dengan ranking yang sama di sekolah yang lain. Yang ada, ranking malah kerap diasosiasikan secara emosional, dijadikan determinan yang menunjukkan apakah seorang siswa termasuk pandai atau tidak. Siswa yang mendapat ranking baik tidak jarang merasa tinggi hati karena merasa dirinya sudah hebat, telah berhasil "mengalahkan" teman-teman sekelasnya. Padahal belum tentu ia telah mengerahkan kemampuan maksimalnya. Ini dapat melahirkan persaingan yang tidak sehat di antara para siswa. Siswa tidak lagi belajar demi pengetahuan itu sendiri, tapi lebih untuk meraih ranking yang bergengsi di kelasnya.
Mungkin inilah salah satu penyebab mengapa siswa hanya berusaha menguasai pelajaran sampai waktu ujian saja. Setelah ujian, pelajaran yang telah dihafal biasanya menguap lagi. Siswa menjadi tidak sadar bahwa apa yang dipelajari itu sesungguhnya sangat berarti untuk bekal masa depan mereka kelak. Sementara siswa-siswa yang peringkatnya buruk tidak sedikit yang terlalu cepat menilai dirinya tidak mampu, tidak kompeten, sehingga bersikap pasrah dan tidak lagi termotivasi untuk belajar dengan keras. Mereka jadi tidak percaya diri dan memiliki self-esteem (baca: harga diri) yang rendah. Lebih jauh lagi, mereka bisa dikucilkan teman-teman sebayanya sehingga dapat membahayakan kehidupan sosial mereka. Ranking dapat menjadi penentu diterima atau tidaknya seseorang dalam pergaulan di antara teman-temannya.
Intinya : Sistem rangking dan Tidak Rangking itu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Yang jelas di semester ini kita tidak punya juara, tapi kita Punya PEMENANG. Siapa???  Diri Kita sendiri.
Tetap SEMANGAT! Tingkatkan terus Prestasi kalian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar